0
Jokowi Janjikan Insentif untuk Membangun Bioskop
Posted by Fachri Setia
on
02.01
Resty Armenia, CNN Indonesia
Selasa, 04/08/2015 13:50 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berniat memperbanyak jumlah bioskop di Indonesia. Jokowi menyampaikan itu setelah dikritik sutradara film, Lucky Kuswandi dalam dialog komunitas kreatif di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD Tangerang, pada Selasa (4/8).
Kritik Lucky, kata Jokowi, harus menjadi catatan penting pemerintah. Orang nomor satu di Indonesia itu pun menyadari perlunya memperbaiki regulasi untuk mendukung perfilman nasional. Menambah bioskop salah satunya.
Jokowi pernah menyebutkan, jumlah bioskop di Indonesia masih jauh dari angka normal. Saat ini, katanya, terdapat sekitar 1.000 gedung bioskop untuk mencukupi kebutuhan sebuah negara dengan total penduduk sekitar 240 juta.
"Normalnya 5.000 hingga 6.000. Berarti masih kurang sekitar 4.000," ujar Jokowi dalam sambutan acara Peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, beberapa bulan lalu soal bioskop.
Saat kecil dahulu, Jokowi bercerita, setidaknya ada tiga macam tempat menonton film. Bioskop kelas atas yang biasa terletak di dalam pusat perbelanjaan atau mal, kelas menengah, dan terakhir bioskop kelas bawah.
"Saya harus menunggu setahun setelah film main di mal. Jadi ada kelas-kelas di bioskop, sehingga semua masyarakat bisa menonton. Regulasi kita akan mengarah ke sana, sehingga penyebaran bioskop bisa menyebar di Tanah Air," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Dibantu Pemerintah
Kini Jokowi ingin, Badan Ekonomi Kreatif (BEK) dan kementerian terkait bisa memperbaikinya dengan menambah jumlah gedung bioskop yang mampu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Niat itu sejalan dengan gairah persaingan bioskop saat ini yang berlomba-lomba membangun di daerah. Cinemaxx, pemain baru bidang itu, sudah membuka bioskop dengan kualitas mewah di Palembang. Jaringan bioskop XXI pun memperlebarkan sayap ke Palu, Mataram, dan Singkawang yang belum punya satu bioskop pun.
Menurut Catherine Keng, Corporate Secretary XXI, pihaknya punya target seribu bioskop sampai akhir 2017. Saat ini ia ada 796 layar.
Jokowi sendiri mengatakan dengan tegas, ia berjanji akan membantu sektor kreatif itu. "Nanti industri perfilman bisa dibantu dengan insentif pemerintah. Bisa insentif pajak dan lain-lain. Karena tugas pemerintah untuk memberi dorongan. Kita punya pasar yang sangat besar sekali," kata dia. Ia juga yakin, pasar itu menarik investor untuk menambah bioskop.
Yang jelas Jokowi tidak mau industri film Indonesia dikuasai asing. "Jangan sampai industri kita yang tidak menguasai pasar, tapi malah entah film Hollywood, Bollywood, Korea, Jepang yang justru menguasai pasar."
Untuk itu, bukan hanya pemerintah saja yang perlu bertindak, masyarakat juga harus menghargai karya negerinya sendiri. Jokowi mengajak masyarakatnya ramai-ramai menonton film nasional. Ia sendiri pernah menyampaikan dirinya suka menonton film Raditya Dika.
Setidaknya tiga bulan sekali, Jokowi menyempatkan diri menonton film. Ia ingin masyarakat Indonesia seperti itu. "Saya mengajak rakyat Indonesia. Sebelum nonton film dari luar, nonton terlebih dahulu film-film Indonesia. Ayo nonton film Indonesia!"
Bioskop Terpusat di Jawa
Sebelumnya Lucky mengatakan dalam kesempatannya bertemu Jokowi, Indonesia masih lemah dalam hal infrastruktur dan citra perfilman. Menurut dia, 55 persen bioskop di Indonesia hanya berada di Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibu Kota saja.
Sementara masyarakat yang mampu menikmati film-film di bioskop hanya 13 persen. "Kami susah berebut layar," ujarnya mengungkapkan.
Dengan segala permasalahan itulah, Lucky memberi rekomendasi kepada pemerintah, dalam hal ini langsung ke Jokowi, untuk membuat regulasi yang menguntungkan agar film Indonesia banyak yang ditayangkan di bioskop.
"Tokonya, dalam hal ini bioskopnya, harus diperbanyak," kata Lucky memberi solusi.
Soal citra perfilman lokal Lucky menyampaikan, pada 2014, rasio perbandingan jumlah penonton film Indonesia dan film asing adalah 1:4. Menurut dia, banyak orang Indonesia yang kapok setelah menonton film lokal, karena kualitasnya dianggap masih buruk. Dibanding film asing, itu seperti "terbanting".
"Banyak film Indonesia yang buruk kualitasnya. Oleh karena itu, kita harus rebranding dan membuat festival-festival film skala internasional yang bukan hanya seremonial saja," ujar sutradara yang filmnya melenggang ke Cannes Film Festival baru-baru ini.
(rsa/vga)
Sumber
Selasa, 04/08/2015 13:50 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berniat memperbanyak jumlah bioskop di Indonesia. Jokowi menyampaikan itu setelah dikritik sutradara film, Lucky Kuswandi dalam dialog komunitas kreatif di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD Tangerang, pada Selasa (4/8).
Kritik Lucky, kata Jokowi, harus menjadi catatan penting pemerintah. Orang nomor satu di Indonesia itu pun menyadari perlunya memperbaiki regulasi untuk mendukung perfilman nasional. Menambah bioskop salah satunya.
Jokowi pernah menyebutkan, jumlah bioskop di Indonesia masih jauh dari angka normal. Saat ini, katanya, terdapat sekitar 1.000 gedung bioskop untuk mencukupi kebutuhan sebuah negara dengan total penduduk sekitar 240 juta.
"Normalnya 5.000 hingga 6.000. Berarti masih kurang sekitar 4.000," ujar Jokowi dalam sambutan acara Peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, beberapa bulan lalu soal bioskop.
Saat kecil dahulu, Jokowi bercerita, setidaknya ada tiga macam tempat menonton film. Bioskop kelas atas yang biasa terletak di dalam pusat perbelanjaan atau mal, kelas menengah, dan terakhir bioskop kelas bawah.
"Saya harus menunggu setahun setelah film main di mal. Jadi ada kelas-kelas di bioskop, sehingga semua masyarakat bisa menonton. Regulasi kita akan mengarah ke sana, sehingga penyebaran bioskop bisa menyebar di Tanah Air," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Dibantu Pemerintah
Kini Jokowi ingin, Badan Ekonomi Kreatif (BEK) dan kementerian terkait bisa memperbaikinya dengan menambah jumlah gedung bioskop yang mampu diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Niat itu sejalan dengan gairah persaingan bioskop saat ini yang berlomba-lomba membangun di daerah. Cinemaxx, pemain baru bidang itu, sudah membuka bioskop dengan kualitas mewah di Palembang. Jaringan bioskop XXI pun memperlebarkan sayap ke Palu, Mataram, dan Singkawang yang belum punya satu bioskop pun.
Menurut Catherine Keng, Corporate Secretary XXI, pihaknya punya target seribu bioskop sampai akhir 2017. Saat ini ia ada 796 layar.
Jokowi sendiri mengatakan dengan tegas, ia berjanji akan membantu sektor kreatif itu. "Nanti industri perfilman bisa dibantu dengan insentif pemerintah. Bisa insentif pajak dan lain-lain. Karena tugas pemerintah untuk memberi dorongan. Kita punya pasar yang sangat besar sekali," kata dia. Ia juga yakin, pasar itu menarik investor untuk menambah bioskop.
Yang jelas Jokowi tidak mau industri film Indonesia dikuasai asing. "Jangan sampai industri kita yang tidak menguasai pasar, tapi malah entah film Hollywood, Bollywood, Korea, Jepang yang justru menguasai pasar."
Untuk itu, bukan hanya pemerintah saja yang perlu bertindak, masyarakat juga harus menghargai karya negerinya sendiri. Jokowi mengajak masyarakatnya ramai-ramai menonton film nasional. Ia sendiri pernah menyampaikan dirinya suka menonton film Raditya Dika.
Setidaknya tiga bulan sekali, Jokowi menyempatkan diri menonton film. Ia ingin masyarakat Indonesia seperti itu. "Saya mengajak rakyat Indonesia. Sebelum nonton film dari luar, nonton terlebih dahulu film-film Indonesia. Ayo nonton film Indonesia!"
Bioskop Terpusat di Jawa
Sebelumnya Lucky mengatakan dalam kesempatannya bertemu Jokowi, Indonesia masih lemah dalam hal infrastruktur dan citra perfilman. Menurut dia, 55 persen bioskop di Indonesia hanya berada di Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibu Kota saja.
Sementara masyarakat yang mampu menikmati film-film di bioskop hanya 13 persen. "Kami susah berebut layar," ujarnya mengungkapkan.
Dengan segala permasalahan itulah, Lucky memberi rekomendasi kepada pemerintah, dalam hal ini langsung ke Jokowi, untuk membuat regulasi yang menguntungkan agar film Indonesia banyak yang ditayangkan di bioskop.
"Tokonya, dalam hal ini bioskopnya, harus diperbanyak," kata Lucky memberi solusi.
Soal citra perfilman lokal Lucky menyampaikan, pada 2014, rasio perbandingan jumlah penonton film Indonesia dan film asing adalah 1:4. Menurut dia, banyak orang Indonesia yang kapok setelah menonton film lokal, karena kualitasnya dianggap masih buruk. Dibanding film asing, itu seperti "terbanting".
"Banyak film Indonesia yang buruk kualitasnya. Oleh karena itu, kita harus rebranding dan membuat festival-festival film skala internasional yang bukan hanya seremonial saja," ujar sutradara yang filmnya melenggang ke Cannes Film Festival baru-baru ini.
(rsa/vga)
Sumber
Posting Komentar